JAKARTA – Aset kripto, yang selama ini kerap digadang-gadang sebagai aset independen dan lindung nilai dari gejolak ekonomi tradisional, kini kembali dihadapkan pada realitas yang tak terhindarkan. Pada awal pekan ini, pasar mata uang digital global terguncang, dengan Bitcoin (BTC) – sang raja kripto – mengalami penurunan signifikan. Data terbaru hingga Senin, 15 Desember 2025, pukul 08.00 WIB, menunjukkan grafik harga yang memerah, mengirimkan sinyal kecemasan dari bursa Tokyo hingga ke Wall Street, mengindikasikan adanya tekanan jual yang meluas.
Dalam 24 jam terakhir, Bitcoin tergelincir tajam sebesar 2,00 persen, menyeret harganya ke level USD88.500, atau setara dengan Rp 1.472.201.742 (kurs Rp16.635 per dolar AS). Pelemahan ini turut menyeret total kapitalisasi pasar aset kripto secara keseluruhan, yang turun 1,85 persen menjadi USD2,99 triliun (sekitar Rp49.738 triliun). Meskipun demikian, dominasi Bitcoin masih kokoh di angka 59,07 persen, sebuah indikasi bahwa altcoin lain mungkin mengalami nasib yang lebih buruk atau justru bergerak liar dalam volatilitas ekstrem.
Ancaman ‘Hantu Lama’ Bernama Yen Carry Trade
Pertanyaan besar muncul: mengapa Bitcoin, yang dipuji sebagai aset desentralisasi yang kebal intervensi, begitu sensitif terhadap dinamika ekonomi konvensional? Panji Yudha, seorang Financial Expert dari Ajaib, menunjuk satu arah krusial: Jepang. Pasar saat ini menahan napas, menantikan pertemuan kebijakan Bank of Japan (BOJ) yang dijadwalkan pada 18–19 Desember mendatang. Spekulasi kuat berembus bahwa BOJ akan menaikkan suku bunga acuannya menjadi 0,75 persen, sebuah level yang belum pernah tercapai sejak era tahun 1995. Keputusan ini berpotensi besar memicu gejolak serius di pasar keuangan global, termasuk kripto.
Kenaikan suku bunga BOJ merupakan ancaman serius bagi fenomena yang dikenal sebagai ‘Yen Carry Trade’. Konsep ini merujuk pada praktik investor meminjam Yen Jepang dengan suku bunga rendah, kemudian menginvestasikannya ke dalam aset-aset berisiko tinggi di negara lain yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi. Selama bertahun-tahun, likuiditas dari Yen Carry Trade ini telah membanjiri pasar global, termasuk pasar aset kripto, memompa valuasi berbagai instrumen berisiko. Namun, jika BOJ menaikkan suku bunga, biaya pinjaman Yen akan meningkat, memaksa investor untuk menutup posisi mereka, menjual aset global, dan menarik kembali modal ke Jepang. Penarikan likuiditas global inilah yang berulang kali memicu aksi jual massal (sell-off) di berbagai aset, termasuk kripto.
Sejarah telah menjadi saksi bisu. Kenaikan suku bunga BOJ pada Maret, Juli 2024, dan Januari 2025 selalu diikuti oleh aksi jual besar-besaran karena likuiditas global yang melimpah ditarik kembali ke Negeri Sakura. Ironisnya, Bitcoin, yang sering kali disebut sebagai antitesis dari sistem keuangan tradisional, masih menunjukkan perilaku layaknya aset spekulatif yang sangat bergantung pada suntikan likuiditas fiat.
Tekanan Ganda: Bayang-Bayang Kebijakan The Fed AS
Selain dari Asia, ketidakpastian juga datang dari Amerika Serikat. Pasar keuangan global menanti dengan cemas rilis indikator tenaga kerja dan inflasi AS yang akan datang. Data-data ini akan menjadi penentu arah kebijakan Federal Reserve (The Fed) di masa mendatang. Jika data menunjukkan ekonomi AS masih terlalu ‘panas’, The Fed mungkin akan mempertahankan sikap hawkish atau bahkan mempertimbangkan kenaikan suku bunga lebih lanjut. Keputusan The Fed ini akan menambah beban ganda bagi pundak investor ritel dan institusional, menciptakan ketidakpastian yang memperparah sentimen negatif di pasar kripto. Kombinasi potensi pengetatan moneter dari dua bank sentral raksasa ini menciptakan badai sempurna bagi aset berisiko.
Dinamika Pasar Altcoin: Arena Spekulasi Murni?
Di tengah tekanan yang menghimpit Bitcoin, pasar altcoin justru mempertontonkan wajah aslinya sebagai arena spekulasi murni dengan volatilitas ekstrem yang tak terkendali. Tidak jarang kita melihat koin-koin kecil meroket ratusan persen dalam hitungan jam, hanya untuk kemudian ambles dengan kecepatan yang sama. Ini adalah bukti nyata bahwa tanpa regulasi yang ketat, fundamental yang jelas, dan likuiditas yang cukup, sebagian besar pasar altcoin masih merupakan “hutan rimba” tempat kekayaan bisa muncul dan musnah dalam sekejap.
Ambil contoh Mind Network (FHE) yang melesat fantastis hingga 101,95 persen dalam sehari, diikuti MilkyWay (MILK) yang terbang 85,51 persen, dan Icpe Open Network (ICE) yang naik 55,18 persen. Lonjakan harga yang tidak rasional ini sering kali didorong oleh spekulasi jangka pendek dan euforia, bukan oleh nilai intrinsik atau adopsi riil. Namun, di sudut lain, tangisan investor terdengar nyaring. Xterio (XTER) ambles 19,54 persen, WayFinder (PROMPT) tergerus 17,72 persen, dan Gearbox Protocol (GEAR) kehilangan 17,69 persen dari nilainya. Kisah-kisah ini menegaskan bahwa pasar altcoin, meskipun menawarkan potensi keuntungan besar, juga menyimpan risiko kerugian yang tidak kalah masif.
Investor di pasar kripto, terutama di segmen altcoin, diimbau untuk selalu berhati-hati dan melakukan riset mendalam. Narasi tentang desentralisasi dan kemandirian kripto tampaknya masih harus diuji kembali di hadapan kebijakan moneter global. Sampai pasar kripto menemukan kematangan dan regulasi yang jelas, volatilitas ekstrem dan ketergantungan pada likuiditas fiat akan terus menjadi tantangan utama bagi aset digital ini.
Apple Technos Memberikan informasi terkini khususnya teknologi dan produk apple