JAKARTA — Di tengah kemajuan teknologi yang terus berkembang dengan pesat, kehadiran kecerdasan buatan (AI) memasuki berbagai aspek kehidupan kita sehari-hari. Dalam konteks ini, International Association of Business Communicators (IABC) Indonesia mengangkat isu penting mengenai masa depan kepercayaan publik di era digital, di mana disinformasi dan manipulasi konten, seperti yang dihasilkan oleh deepfake, semakin marak terjadi.
Konferensi IABC Indonesia: Menggagas Komunikasi Berbasis Kepercayaan
Agenda ini menjadi tema sentral dalam IABC Indonesia Conference and Awards yang diselenggarakan setiap tahun sejak 2022. Pada tahun ini, konferensi ini fokus pada komunikasi strategis yang memperhatikan aspek kepercayaan, kemanusiaan, serta dampak digital. Forum ini menghadirkan berbagai pembicara dari pemerintah, sektor swasta, akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga komunitas profesional komunikasi.
Pentingnya Kepercayaan Dalam Kepemimpinan Modern
Elvera N. Makki, selaku Presiden IABC Indonesia dan pendiri VMCS Communications and Social Impact, menekankan bahwa di zaman digital ini, kepercayaan publik menjadi salah satu aset terpenting dalam kepemimpinan yang efektif. “Teknologi dapat mempercepat penyampaian pesan, namun hanya nilai-nilai kemanusiaan yang mampu memberikan makna yang lebih dalam,” ungkapnya. Di era yang dipenuhi oleh kecerdasan buatan, komunikasi strategis harus dijalankan dengan pendekatan yang bukan hanya akurat, tetapi juga harus menunjukkan empati, etika, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Pentingnya Menjaga Integritas Pesan
Elvera juga menambahkan bahwa saat ini tantangan dalam komunikasi bukan hanya terletak pada kecepatan dalam menyebarkan informasi, tetapi lebih kepada bagaimana menjaga keautentikan dan integritas dari pesan yang disampaikan. Hal ini terutama relevan di tengah algoritma yang cenderung mendahulukan partisipasi (engagement) daripada kebenaran faktual.
Hasil penelitian terkini memperkuat kekhawatiran ini, dimana survei yang dilakukan oleh Boston University Communication Research Center pada tahun 2025 menunjukkan bahwa empat dari lima responden mendukung adanya regulasi ketat terhadap penggunaan deepfake di media sosial. Selain itu, banyak publik yang menginginkan platform digital untuk lebih proaktif dalam mengatasi isu disinformasi dan tidak hanya mengandalkan sensor dari pemerintah.
Regulasi dan Edukasi: Kunci untuk Mengatasi Misinformasi
Dalam sesi keynote speech, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Riset RI, Prof. Stella Christie, menggarisbawahi pentingnya membangun pola pikir digital yang berfokus pada kemanusiaan. Dia menekankan bahwa fenomena hoaks di Indonesia perlu ditangani dengan pendekatan berbasis edukasi dan pemahaman data yang kuat. “Fenomena hoaks menjadi salah satu masalah paling mendesak yang perlu kita hadapi saat ini. Forum seperti IABC ini sangat krusial untuk mendiskusikan isu ini,” tegasnya di depan ratusan profesional komunikasi.
Lebih dari 1.100 ahli dari 136 negara sepakat bahwa informasi palsu dan penipuan informasi adalah ancaman global yang serius. Prof. Stella melaporkan bahwa dalam satu tahun terakhir, penyebaran hoaks berbasis AI meningkat dua kali lipat. Beberapa faktor juga diidentifikasi sebagai penyebab mengapa orang lebih mudah terjebak dalam hoaks, diantaranya adalah polarisasi politik, rendahnya kemampuan refleksi kognitif, dan kurangnya pengetahuan yang memadai untuk melakukan verifikasi.
Pendidikan dan Literasi Media: Solusi Jangka Panjang
Ia menambahkan, solusi sederhana seperti pengecekan fakta tentu penting tetapi tidak cukup. Kita memerlukan langkah-langkah perilaku seperti prebunking dan penyuluhan literasi media jangka panjang untuk mengatasi masalah ini secara efektif.
Provokasi dalam framing informasi juga mendapatkan perhatian besar. Wakil Gubernur Jawa Timur, Dr. Ir. Emil Elestianto Dardak, mengingatkan bahwa informasi yang benar sekalipun bisa disalahartikan ketika disajikan dalam bingkai yang keliru. “Framing yang tidak tepat dapat berakibat negatif, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi sektor bisnis, termasuk UMKM,” katanya.
Kepercayaan dalam Sektor Kesehatan
Dalam konteks kesehatan, Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, menekankan bahwa kepercayaan publik adalah elemen terpenting dalam pelayanan kesehatan. “Penting bagi komunikasi kesehatan untuk bersifat transparan dan mudah dipahami, serta harus menyentuh emosi masyarakat agar dapat mendorong perubahan perilaku yang efektif,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa komunikasi kesehatan tidak hanya sekedar menyampaikan angka dan data, tetapi harus mampu mengubah informasi tersebut menjadi cerita yang menggugah.
Kesimpulannya, konferensi ini menunjukkan bahwa tantangan kepercayaan publik di era AI dan deepfake membutuhkan kolaborasi semua pihak untuk memastikan integritas informasi serta membangun kepercayaan yang kuat dalam masyarakat. Dalam dunia yang dipenuhi informasi yang cepat, penting bagi kita untuk tetap teliti, empatik, dan berfokus pada nilai-nilai kemanusiaan.
Apple Technos Memberikan informasi terkini khususnya teknologi dan produk apple