Daftar Isi
Menguak Realitas Kontribusi Riset Industri Nasional
Ekosistem riset dan inovasi adalah jantung dari kemajuan sebuah bangsa. Namun, di Indonesia, realitas menunjukkan bahwa kontribusi sektor industri terhadap denyut nadi riset nasional masih tergolong minim. Hal ini diungkapkan secara langsung oleh Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, dalam acara pembukaan InaRI Expo 2025 di Jakarta. Menurutnya, kondisi ini bukanlah semata-mata kesalahan industri, melainkan cerminan dari tantangan sistemik yang membutuhkan pendekatan kolaboratif yang lebih holistik.
Pernyataan Handoko ini menjadi sorotan penting, mengingat peran krusial industri dalam mendorong hilirisasi hasil riset dan menciptakan nilai tambah ekonomi. Kesenjangan antara potensi riset dan aplikasinya di sektor industri kerap menjadi hambatan dalam mencapai daya saing global. Oleh karena itu, BRIN sebagai lembaga riset pemerintah memiliki visi untuk menjembatani kesenjangan ini, bukan dengan menyalahkan, tetapi dengan menawarkan solusi konkret dan insentif yang menarik bagi para pelaku industri di tanah air.
Bukan Salah Industri: Akar Masalah Ekosistem Riset
Laksana Tri Handoko dengan tegas menyatakan bahwa minimnya kontribusi industri terhadap riset bukan disebabkan oleh keengganan atau kesalahan dari pihak industri semata. Sebaliknya, ia menekankan bahwa membangun ekosistem riset yang tangguh adalah tanggung jawab kolektif. Ini bukan hanya tugas satu pihak, melainkan harus terwujud melalui sinergi yang kuat antara tiga pilar utama: industri, perguruan tinggi, dan lembaga riset seperti BRIN. Model kolaborasi ini, yang sering disebut sebagai ‘triple helix’, adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang subur bagi inovasi.
Perguruan tinggi dan lembaga riset diharapkan dapat menghasilkan penelitian yang relevan dan dibutuhkan oleh industri, sementara industri didorong untuk lebih aktif dalam melakukan penelitian dan pengembangan (R&D) guna meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Ketiadaan koordinasi dan fasilitas yang memadai seringkali menjadi batu sandungan bagi industri untuk berinvestasi dalam R&D. Banyak perusahaan, terutama UMKM, merasa terbebani dengan biaya investasi awal yang tinggi untuk membangun fasilitas riset sendiri. Inilah celah yang ingin diisi oleh BRIN dengan menyediakan infrastruktur dan keahlian yang dapat diakses secara mudah.
BRIN Hadir sebagai Katalis: Membuka Pintu Infrastruktur Riset
Menyadari hambatan tersebut, BRIN mengambil langkah proaktif dengan menawarkan fasilitas riset yang terbuka dan dapat diakses oleh siapa saja. “Kami bisa menjamin infrastruktur riset ini bisa dibuat terbuka, bisa diakses oleh siapa saja. Tidak hanya akademisi di kampus, tapi juga teman-teman dari industri, karena tujuan kita adalah mendorong dan mengembangkan R&D industri,” ujar Handoko. Inisiatif ini menandakan pergeseran paradigma, dari lembaga riset yang tertutup menjadi pusat inovasi yang kolaboratif dan inklusif.
Dengan membuka infrastruktur risetnya, BRIN berharap dapat memangkas biaya dan waktu yang harus dikeluarkan industri untuk membangun atau mengakses fasilitas riset yang mahal. Ini adalah tawaran menarik bagi industri yang ingin melakukan inovasi tanpa harus menanggung beban investasi besar di awal. Konsep ini serupa dengan menyediakan sebuah ‘dapur riset’ lengkap dengan ‘koki-koki’ ahli yang siap membantu, di mana industri hanya perlu membawa ‘resep’ atau idenya.
Penawaran Emas: Riset dan Pengembangan Tanpa Investasi Awal
Yang paling revolusioner dari tawaran BRIN adalah kemudahan dalam melaksanakan R&D. BRIN tidak memungut biaya untuk penggunaan infrastruktur dan keahlian perisetnya. Syarat tunggal yang diajukan BRIN hanyalah lisensi dari produk yang dihasilkan dari proses riset tersebut. Ini merupakan sebuah ‘penawaran emas’ bagi pelaku industri.
“Bapak/Ibu bikin R&D tapi tidak usah investasi, tidak usah bikin isinya, bikin entitasnya saja supaya bisa gagah ‘oh saya punya R&D’. Tapi begitu ada kebutuhan, bawa lah ke BRIN, ajak teman BRIN, pakai periset BRIN, pakai infrastruktur yang ada di BRIN. Kira-kira seperti itu, sesimpel itu,” papar Handoko, menjelaskan betapa sederhananya proses kolaborasi ini. Dengan skema ini, perusahaan dapat fokus pada pengembangan ide dan pasar, sementara beban teknis dan investasi awal untuk R&D ditanggung oleh BRIN. Ini adalah kesempatan langka bagi industri untuk memiliki “departemen R&D” kelas dunia tanpa harus membangunnya dari nol, sehingga mampu meningkatkan daya saing dan inovasi produk mereka secara signifikan.
Dua Insentif Kuat: TKDN dan Super Tax Deduction 300%
Selain bantuan R&D gratis, kolaborasi dengan BRIN juga membawa dua insentif kuat lainnya yang sangat menguntungkan bagi pelaku industri:
- Kemudahan Pengurusan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN): Di tengah dorongan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri, TKDN menjadi faktor penting. Dengan melibatkan BRIN dalam proses R&D, pelaku industri akan mendapatkan kemudahan signifikan dalam pengurusan sertifikasi TKDN. Ini tentu mempercepat proses dan membantu produk-produk industri memenuhi persyaratan pemerintah, membuka peluang pasar yang lebih luas di sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah.
- Klaim Pengurangan Pajak hingga 300% (Super Tax Deduction): Ini adalah insentif finansial yang sangat besar. Pemerintah telah menyediakan skema super tax deduction hingga 300 persen bagi perusahaan yang melakukan kegiatan R&D. Dengan berkolaborasi bersama BRIN, proses pengajuan klaim pengurangan pajak ini menjadi jauh lebih mudah dan terstruktur. “Kalau risetnya dengan BRIN, karena kami yang mengelola ajuan tax deduction yang bisa sampai 300 persen, bapak/ibu bisa mengajukan tax deduction jauh lebih mudah, melalui OSS (online single submission),” jelas Handoko. Insentif ini secara langsung akan mengurangi beban pajak perusahaan, membebaskan lebih banyak modal untuk investasi ulang atau pengembangan lebih lanjut.
Masa Depan Inovasi Indonesia: Kolaborasi adalah Kunci
Pernyataan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko bukan sekadar kritik, melainkan sebuah ajakan untuk berkolaborasi dan berinovasi. Dengan tawaran fasilitas riset gratis, kemudahan TKDN, dan insentif super tax deduction hingga 300%, BRIN telah membuka pintu lebar-lebar bagi industri Indonesia untuk meningkatkan kapasitas R&D mereka. Ini adalah kesempatan emas bagi perusahaan, baik besar maupun kecil, untuk bertransformasi, menghasilkan produk inovatif, dan bersaing di pasar global.
Kolaborasi antara industri, perguruan tinggi, dan BRIN bukan lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk membangun ekosistem riset dan inovasi yang kuat dan berkelanjutan. Dengan sinergi ini, diharapkan Indonesia dapat melahirkan lebih banyak produk unggulan, meningkatkan daya saing ekonomi, dan akhirnya, mewujudkan visi menjadi negara maju yang berbasis pengetahuan dan inovasi.
Apple Technos Memberikan informasi terkini khususnya teknologi dan produk apple