...

Rano buka peluang kembali adakan pertunjukan angklung di area “CFD”

Harmoni Angklung di Jantung Ibu Kota: Sebuah Harapan Baru

Jakarta, kota metropolitan yang tak pernah tidur, kembali dihiasi oleh melodi indah dari alat musik tradisional Indonesia, angklung. Dalam sebuah acara yang memukau dan penuh makna, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, menyiratkan adanya peluang besar bagi pertunjukan angklung berskala besar untuk kembali memeriahkan area Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau lebih dikenal sebagai Car Free Day (CFD) di Bundaran Hotel Indonesia (HI) pada tahun-tahun mendatang. Pernyataan ini bukan sekadar janji kosong, melainkan sebuah dorongan kuat untuk terus melestarikan warisan budaya bangsa di tengah hiruk pikuk modernitas Ibu Kota.

Angklung, alat musik bambu yang diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Kemanusiaan, memiliki daya pikat tersendiri. Kemampuannya menghasilkan melodi yang harmonis dari setiap nada yang dimainkan secara kolektif menjadikannya simbol kebersamaan dan persatuan. Momen di mana ribuan pasang tangan berpadu memainkan angklung di jantung kota Jakarta bukan hanya sebuah pertunjukan seni, melainkan manifestasi nyata dari semangat pelestarian budaya yang tak lekang oleh waktu, serta sebuah jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini dan masa depan.

Gemuruh Angklung dari Seribu Jiwa Lansia di Bundaran HI

Acara yang menjadi pemicu pernyataan optimis Rano Karno ini digelar di Bundaran HI pada suatu Minggu yang cerah, dalam rangka memperingati Hari Angklung Sedunia ke-15. Bertemakan “Happy, Healthy, and Harmony with Angklung”, perhelatan akbar ini berhasil menarik perhatian ribuan pasang mata. Bukan hanya karena megahnya panggung, tetapi juga karena para pelakunya: seribu orang lanjut usia (lansia) yang dengan penuh semangat dan keceriaan memainkan angklung mereka.

Mereka membawakan beragam lagu, mulai dari komposisi nasional yang menggugah jiwa seperti “Indonesia Pusaka”, hingga melodi khas Betawi yang kental dengan nuansa lokal, “Si Doel Anak Betawi”. Suasana Bundaran HI, yang biasanya dipenuhi oleh pejalan kaki dan pesepeda, berubah menjadi orkestra raksasa yang syahdu dan menggembirakan. Harmoni yang tercipta dari paduan bunyi bambu yang dimainkan oleh para lansia ini berhasil menghipnotis penonton, termasuk anak-anak muda yang turut hadir. Lebih dari itu, pertunjukan ini juga dimeriahkan oleh penampilan 50 penari yang menambah semarak perayaan, menciptakan kolaborasi seni yang indah dan tak terlupakan. Acara ini diinisiasi oleh Forum Komunikasi Lanjut Usia (FKLU) Jakarta, sebuah bukti nyata bahwa semangat berkarya dan melestarikan budaya tidak mengenal usia.

Visi Rano Karno: Pelestarian Budaya dan Jakarta Ramah Lansia

Rano Karno, yang hadir langsung di lokasi, tidak dapat menyembunyikan rasa gembira dan apresiasinya yang mendalam terhadap suksesnya acara ini. Dalam sambutannya, ia secara khusus menyoroti peran para lansia yang bukan hanya menjadi pelaku seni, tetapi juga garda terdepan dalam menjaga dan mewariskan kekayaan budaya. “Ini menunjukkan kemampuan dan kreativitas para lansia dalam berkesenian sekaligus melestarikan budaya,” ujar Rano, seraya memberikan pujian atas semangat dan dedikasi mereka.

Pernyataan Rano Karno lebih dari sekadar apresiasi; ia juga membawa visi ke depan. Kegiatan budaya seperti ini, menurutnya, sekaligus menjadi kampanye efektif untuk memperkenalkan angklung sebagai alat musik yang dapat membawa kegembiraan, serta sebagai bagian integral dari perwujudan Jakarta sebagai kota yang ramah lansia. Inisiatif ini selaras dengan upaya pemerintah daerah untuk menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana setiap kelompok usia, termasuk lansia, memiliki ruang untuk berekspresi, berkarya, dan berkontribusi secara positif bagi masyarakat. Pemberdayaan lansia melalui seni dan budaya tidak hanya meningkatkan kualitas hidup mereka, tetapi juga memperkaya khazanah kebudayaan kota.

Menjelajah Peluang Masa Depan Angklung di Ruang Publik

Yang paling menarik dari pernyataan Rano Karno adalah sinyal positifnya mengenai peluang angklung untuk kembali tampil secara reguler di area CFD Bundaran HI. “Insya Allah kalau mainnya bagus, tahun depan bisa tampil lagi di sini (Bundaran HI),” tuturnya, yang disambut dengan antusiasme hadirin. Pernyataan ini bukan sekadar janji, tetapi sebuah tantangan sekaligus motivasi bagi para pelaku seni angklung untuk terus meningkatkan kualitas penampilan mereka. Ini membuka gerbang bagi angklung untuk tidak hanya menjadi bagian dari acara khusus, tetapi juga menjadi elemen rutin yang memperkaya pengalaman budaya warga Jakarta di ruang publik.

CFD Bundaran HI, dengan karakteristiknya sebagai ruang interaksi sosial dan rekreasi yang bebas kendaraan, merupakan panggung ideal untuk pertunjukan seni tradisional. Kehadiran angklung di sana secara berkala tidak hanya akan menarik wisatawan, tetapi juga edukatif bagi masyarakat lokal, terutama generasi muda. Ini akan menempatkan angklung pada posisi yang strategis dalam ekosistem pariwisata budaya Jakarta, menjadikannya salah satu daya tarik unik Ibu Kota. Peluang ini juga mendorong kolaborasi lebih lanjut antara pemerintah, komunitas seni, dan organisasi masyarakat untuk merancang program-program kebudayaan yang berkelanjutan dan inovatif.

Angklung: Jembatan Antargenerasi dan Simbol Kebersamaan

Salah satu pesan kuat yang disampaikan Rano Karno adalah harapannya agar generasi muda turut terdorong untuk menjaga dan melestarikan angklung. Pertunjukan di Bundaran HI, dengan seribu lansia sebagai bintangnya, adalah contoh nyata bagaimana semangat melestarikan budaya dapat ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melihat para kakek-nenek dengan penuh semangat memainkan angklung diharapkan dapat menumbuhkan rasa bangga dan minat pada anak-anak muda untuk mempelajari alat musik ini.

Angklung tidak hanya sekadar alat musik, melainkan sebuah jembatan antargenerasi. Melalui angklung, nilai-nilai kebersamaan, kesabaran, dan harmoni diajarkan secara langsung. Ini adalah investasi budaya jangka panjang yang akan memastikan bahwa warisan leluhur tidak akan punah. Pemerintah DKI Jakarta melalui inisiatif seperti ini berupaya menciptakan ekosistem di mana budaya dapat hidup dan berkembang di setiap lapisan masyarakat, memastikan bahwa angklung tetap relevan dan dicintai oleh setiap generasi.

Kesimpulan: Merawat Warisan, Membangun Jakarta Berbudaya

Perayaan Hari Angklung Sedunia ke-15 di Bundaran HI dengan partisipasi ribuan lansia adalah bukti nyata semangat pelestarian budaya yang membara di Jakarta. Sinyal positif dari Rano Karno untuk kembali menghadirkan angklung di CFD pada masa depan memberikan harapan baru bagi komunitas seni dan seluruh warga. Ini bukan hanya tentang sebuah pertunjukan, melainkan tentang membangun kesadaran kolektif akan pentingnya merawat warisan budaya. Melalui angklung, Jakarta tidak hanya menjadi kota metropolitan modern, tetapi juga pusat kebudayaan yang kaya, harmonis, dan ramah untuk semua, dari generasi muda hingga lansia.

About applegeekz

Check Also

Pramono harap peresmian Gereja HKI berikan pelayanan terbaik

Jakarta – Ibu Kota Jakarta kembali mengukir jejak harmoni dan pembangunan spiritual dengan diresmikannya Gereja …