Membangun Indonesia yang Inklusif: Suara MPR untuk Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas
Jakarta – Perjalanan menuju Indonesia yang lebih inklusif masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal pemenuhan hak-hak dasar bagi penyandang disabilitas. Salah satu sorotan utama adalah kemudahan akses terhadap lapangan kerja yang adil dan merata. Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, secara tegas kembali mendorong seluruh pihak, baik pemerintah maupun swasta, untuk meningkatkan komitmen dan realisasi kewajiban mempekerjakan penyandang disabilitas. Dorongan ini merupakan upaya krusial dalam mewujudkan amanah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, sebuah regulasi yang semestinya menjadi landasan kuat bagi kesetaraan.
“Tantangan besar yang dihadapi penyandang disabilitas saat ini bukan hanya terbatas pada sulitnya mengakses layanan dasar, tetapi juga terbentur pada hambatan yang signifikan untuk masuk ke dunia kerja,” ujar Lestari Moerdijat, yang akrab disapa Rerie, dalam keterangannya di Jakarta. Pernyataan ini menegaskan urgensi untuk segera bertindak, mengingat potensi besar yang dimiliki oleh jutaan warga negara penyandang disabilitas yang kerap terabaikan.
Jurang Antara Potensi dan Realitas: Data BPS Menyoroti Kesenjangan
Potret kesenjangan ini semakin jelas tergambar dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sekitar 22,97 juta penyandang disabilitas. Yang lebih mengejutkan, dari jumlah tersebut, sebanyak 17 juta di antaranya berada dalam kelompok usia produktif. Ini adalah aset sumber daya manusia yang luar biasa, berpotensi memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian dan pembangunan bangsa.
Namun, realitas di lapangan jauh dari harapan. Data BPS mengindikasikan bahwa hanya sekitar 45 persen dari penyandang disabilitas usia produktif yang berhasil mendapatkan pekerjaan. Lebih jauh lagi, mayoritas dari mereka yang bekerja (sekitar 83 persen) justru terserap di sektor non-formal. Sektor non-formal, meskipun vital, seringkali kurang memberikan jaminan perlindungan sosial, upah yang layak, maupun kesempatan pengembangan karier yang stabil. Kondisi ini secara tidak langsung menempatkan penyandang disabilitas dalam posisi yang rentan secara ekonomi dan sosial, padahal mereka memiliki kapabilitas dan hak yang sama untuk hidup sejahtera.
Amanah Undang-Undang yang Belum Terpenuhi
Indonesia sebenarnya telah memiliki landasan hukum yang kuat untuk mendukung inklusi penyandang disabilitas di dunia kerja. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU PD) secara eksplisit mengatur kewajiban kuota pekerjaan. Pasal 53 ayat (1) UU PD mewajibkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mempekerjakan penyandang disabilitas minimal 2 persen dari total pekerjanya. Ini adalah bentuk afirmasi positif dari negara untuk memastikan kesempatan yang setara.
Tak hanya itu, ayat (2) dari undang-undang yang sama juga mengatur kewajiban bagi perusahaan swasta untuk menyerap minimal 1 persen tenaga kerja penyandang disabilitas. Regulasi ini dirancang untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif di seluruh sektor, bukan hanya di ranah publik. Namun, meskipun landasan hukum telah ada, implementasi di lapangan masih jauh dari harapan, menciptakan disparitas antara teks undang-undang dan praktik nyata.
Stigma, Akses Terbatas, dan Lingkaran Kemiskinan
Lestari Moerdijat menyoroti bahwa keterbatasan akses, baik terhadap layanan kesehatan maupun lapangan kerja, telah menempatkan penyandang disabilitas di Indonesia dalam kondisi yang sangat rentan. Sebagai warga negara, mereka selayaknya mendapatkan perhatian dan dukungan yang lebih intensif agar dapat menjalani kehidupan sehari-hari secara bermartabat, sejajar dengan warga negara lainnya. Rerie, yang juga merupakan anggota Komisi X DPR RI, menambahkan bahwa stigma negatif yang masih melekat di masyarakat, penolakan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, serta minimnya partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, secara kolektif berkontribusi pada terjebaknya penyandang disabilitas dalam lingkaran kemiskinan.
Stigma dan diskriminasi ini seringkali menjadi penghalang terbesar, bahkan sebelum isu kompetensi atau fasilitas. Prasangka yang keliru seringkali membuat perusahaan ragu untuk merekrut penyandang disabilitas, padahal banyak di antara mereka yang memiliki keterampilan dan dedikasi luar biasa. Kurangnya pemahaman tentang akomodasi yang wajar juga menjadi faktor penghambat, memperburuk situasi dan membatasi potensi mereka untuk berkembang.
Mendesak Kolaborasi dan Data Terpilah yang Akurat
Melihat urgensi situasi ini, Rerie secara khusus mendorong agar berbagai upaya untuk mempermudah akses layanan kesehatan dan pekerjaan bagi penyandang disabilitas segera direalisasikan. Ini bukan hanya sekadar retorika, melainkan panggilan untuk aksi nyata yang terukur dan berdampak.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya ketersediaan data kependudukan terpilah yang lebih rinci dan akurat. Data semacam ini krusial untuk memastikan bahwa setiap kebijakan, program, dan intervensi yang ditujukan bagi penyandang disabilitas dapat tepat sasaran dan efektif. Tanpa data yang solid, kebijakan cenderung menjadi kurang optimal dan tidak mampu mengatasi akar permasalahan secara komprehensif. Data terpilah akan membantu pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik, mengukur dampak program, dan membuat keputusan yang lebih berbasis bukti.
Di akhir pernyataannya, Rerie sangat berharap agar semua pihak terkait dapat membangun kolaborasi yang kuat dan sinergis. Kolaborasi ini mencakup pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan tentunya penyandang disabilitas itu sendiri. Tujuan utama adalah menciptakan akses layanan kesehatan dan lapangan kerja yang setara bagi setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas di seluruh pelosok tanah air. Hanya melalui kerja sama yang erat dan komitmen yang teguh, visi Indonesia yang inklusif dan adil bagi semua warganya dapat terwujud sepenuhnya. Ini adalah investasi jangka panjang untuk kemajuan bangsa yang berlandaskan kemanusiaan dan keadilan sosial.
Apple Technos Memberikan informasi terkini khususnya teknologi dan produk apple