Chengdu, China – Dalam kesibukan Chengdu, ibu kota Provinsi Sichuan, China, yang terkenal dengan pedasnya makanan dan satwa lucu Panda, terselip sebuah ketenangan.
Seorang pria bernama Wang dengan wajahnya yang oriental dan kulit kuning langsat melangkah memasuki sebuah bangunan kuno di sudut kota.
Ritualnya dimulai bukan dengan doa, tetapi dengan air.
Di sebuah ruang kecil di sisi utara bangunan, ia membasuh tangan, wajah, kepala, hingga kakinya.
Butiran air yang mengalir seakan membersihkan bukan hanya debu perjalanan, tetapi juga pikiran.
Dengan tubuh yang masih basah oleh wudhu, ia bergegas menuju ruang utama untuk menunaikan shalat Zuhur.
Warga yang menunaikan shalat mungkin biasa terlihat di Indonesia. Namun, shalat yang khusyuk ini dilakukan di Negeri Tirai Bambu, China, di mana muslim adalah kelompok minoritas.
Tempat Wang bersujud adalah Masjid Huangcheng, masjid tertua dan terbesar di Chengdu, sebuah saksi bisu akan simbol toleransi yang telah berdiri kokoh selama hampir empat abad.
Masjid Huangcheng bukan sekadar bangunan biasa. Setiap batu dan ukirannya menyimpan cerita panjang tentang akulturasi budaya dan toleransi.
Imam Masjid Huangcheng Chen Jin mengatakan bahwa masjid ini didirikan pada 1677, tepat pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (1661-1772), kaisar ke-4 dari Dinasti Qing.
Hal itu dapat dilihat di prasasti yang terpelihara dengan baik di dalam masjid itu.
Terletak di Kota Chengdu, Provinsi Sichuan, masjid ini merupakan satu-satunya tempat ibadah yang terbuka untuk umum di pusat kota.
Dinamakan Masjid Huangcheng karena dulunya terletak di dekat istana, ujar Chen Jin.
Awalnya didirikan pada abad ke-16, masjid ini mendapat perbaikan signifikan yang dimulai pada tahun 1858.
Meskipun sempat rusak parah akibat perang pada 1917 dan dibangun kembali setelahnya, luas masjid telah jauh berkurang dari area aslinya yang lebih dari 6.600 meter persegi menjadi sekitar 5.000 meter persegi.
Namun, ia tetap menjadi masjid terbesar di Provinsi Sichuan dan salah satu masjid kuno yang termasyhur di China.
Masjid Huangcheng pertama kali dibangun pada abad ke-16 dan menjalani perbaikan besar yang dimulai pada tahun 1858.
Pada tahun 1917, masjid ini rusak parah selama masa perang. Meskipun dibangun kembali, ukurannya sangat berkurang karena kendala keuangan.
Masjid kini mencakup area sekitar 5.000 meter persegi dan tetap menjadi situs religius dan budaya yang penting di Chengdu.