...

Krisis Iklim Ancam Jutaan Nyawa dan Ekonomi Global: Laporan WHO Ungkap Dampak Mengerikan Kelambanan Aksi

Jenewa, Swiss – Kelambanan global dalam menghadapi krisis iklim telah mencapai titik kritis, mengancam kesehatan manusia dan stabilitas ekonomi dunia. Sebuah laporan komprehensif yang disusun oleh Lancet Countdown on Health and Climate Change 2025, bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan dirilis pada Rabu (29/10), mengungkap gambaran suram tentang konsekuensi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan kegagalan adaptasi terhadap bumi yang memanas.

Studi terbaru ini menyoroti bagaimana 12 dari 20 indikator utama yang memantau ancaman kesehatan terkait iklim telah mencapai rekor tertinggi. Ini adalah bukti nyata bahwa mitigasi yang lamban bukan hanya sekadar isu lingkungan, melainkan telah menjelma menjadi krisis kesehatan global yang merenggut jutaan nyawa setiap tahun, membebani sistem kesehatan hingga batasnya, dan mengikis fondasi perekonomian dunia.

Ancaman Kesehatan yang Kian Menggila

Dampak pemanasan global terhadap kesehatan manusia semakin nyata dan mematikan. Laporan tersebut mencatat peningkatan mengejutkan sebesar 23 persen dalam angka kematian terkait panas sejak tahun 1990-an. Fenomena ini mendorong jumlah rata-rata kematian akibat paparan panas ekstrem mencapai 546.000 jiwa per tahun. Gelombang panas yang intens dan berkepanjangan bukan hanya menyebabkan heatstroke, tetapi juga memperburuk kondisi kesehatan yang sudah ada, seperti penyakit kardiovaskular dan pernapasan, terutama pada kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak.

Selain kematian langsung akibat panas, perubahan iklim juga menciptakan kondisi ideal bagi penyebaran penyakit menular vektor. Nyamuk pembawa penyakit seperti demam berdarah dan malaria, misalnya, kini dapat berkembang biak di wilayah yang sebelumnya terlalu dingin. Polusi udara dari pembakaran bahan bakar fosil yang terus berlanjut juga memperparah kondisi pernapasan jutaan orang, menyebabkan penyakit paru-paru kronis dan masalah jantung. Lebih jauh, dampak psikologis dari bencana iklim, seperti kecemasan ekologi dan trauma akibat kehilangan tempat tinggal, menimbulkan beban kesehatan mental yang signifikan.

Kerawanan Pangan dan Bencana Ekstrem

Peristiwa cuaca ekstrem yang semakin sering dan intens juga memiliki konsekuensi langsung terhadap keamanan pangan global. Pada tahun 2023 saja, laporan ini menyebutkan bahwa 124 juta orang lainnya mengalami kerawanan pangan akibat dampak bencana iklim. Kekeringan panjang menghancurkan lahan pertanian, banjir bandang merusak panen dan infrastruktur, sementara badai hebat melumpuhkan rantai pasokan. Ketidakpastian dalam produksi pangan tidak hanya mengancam kelangsungan hidup komunitas yang bergantung pada pertanian, tetapi juga memicu kenaikan harga pangan dan memperburuk ketidakadilan sosial.

Krisis air juga menjadi perhatian serius. Perubahan pola curah hujan menyebabkan kelangkaan air di beberapa wilayah dan banjir berlebihan di wilayah lain, mengancam pasokan air bersih dan sanitasi. Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air, memperburuk masalah gizi, dan seringkali memaksa masyarakat untuk mengungsi dari rumah mereka, menciptakan krisis kemanusiaan yang kompleks.

Beban Ekonomi yang Tak Terukur

Dampak finansial dari kelambanan aksi iklim juga tidak kalah mengkhawatirkan. Laporan tersebut memproyeksikan kerugian produktivitas global setara dengan 1,09 triliun dolar AS pada tahun 2024, semata-mata akibat paparan panas. Angka fantastis ini mencerminkan hilangnya jam kerja, terutama di sektor-sektor yang melibatkan pekerjaan fisik di luar ruangan seperti pertanian dan konstruksi, di mana pekerja tidak dapat beroperasi secara optimal dalam suhu ekstrem. Paparan panas juga terbukti menurunkan fungsi kognitif, mempengaruhi produktivitas di sektor-sektor lain.

Di luar kerugian produktivitas, ada pula biaya ekonomi tidak langsung yang masif. Kerusakan infrastruktur akibat bencana alam membutuhkan miliaran dolar untuk perbaikan dan rekonstruksi. Beban tambahan pada sistem kesehatan untuk merawat pasien terkait iklim juga meningkatkan pengeluaran publik dan swasta. Pergeseran demografi dan migrasi paksa akibat iklim juga dapat mengganggu pasar tenaga kerja dan stabilitas ekonomi regional, menciptakan lingkaran setan kemiskinan dan kerentanan.

Seruan Mendesak dari WHO: Krisis Iklim adalah Krisis Kesehatan

Jeremy Farrar, asisten direktur jenderal untuk promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan di WHO, menegaskan urgensi situasi ini. “Krisis iklim adalah krisis kesehatan. Setiap sepersekian derajat pemanasan mengakibatkan hilangnya nyawa dan mata pencarian,” ujarnya. Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa setiap penundaan dalam upaya dekarbonisasi dan adaptasi memiliki konsekuensi langsung yang diukur dalam nyawa manusia dan kerugian ekonomi yang tak terhitung.

WHO dan Lancet Countdown menyerukan tindakan global yang cepat dan terkoordinasi. Ini mencakup transisi agresif dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan, investasi dalam sistem kesehatan yang lebih tangguh dan adaptif, serta pengembangan strategi pencegahan bencana berbasis iklim. Para pemimpin dunia didorong untuk menempatkan kesehatan di inti setiap keputusan kebijakan iklim, memastikan bahwa solusi yang diusulkan tidak hanya melindungi planet ini tetapi juga menjamin kesejahteraan umat manusia.

Mengingat temuan yang mengkhawatirkan ini, pesan dari laporan Lancet Countdown 2025 dan WHO sangat jelas: waktu untuk bertindak bukan lagi besok, melainkan sekarang. Mengabaikan seruan ini berarti mempertaruhkan masa depan jutaan nyawa dan stabilitas ekonomi global.

About applegeekz

Check Also

UNGA sahkan draf resolusi yang desak AS akhiri embargo Kuba

{ "title": "Suara Dunia Bergema: PBB Kembali Desak AS Akhiri Embargo Kuba yang Berusia Enam …