Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah progresif untuk menertibkan praktik penagihan utang di Indonesia, dengan menekankan pertanggungjawaban yang lebih besar kepada pihak kreditur atau pemberi pinjaman. Pengumuman ini muncul sebagai respons tegas terhadap insiden tragis pengeroyokan yang menewaskan dua penagih utang di Kalibata, Jakarta Selatan, yang menyita perhatian publik pada Kamis malam, 11 Desember lalu.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bahwa OJK sejatinya telah memiliki kerangka regulasi yang mengatur tata cara penagihan kepada konsumen. Namun, kasus Kalibata menjadi katalisator bagi OJK untuk memperkuat penegakan dan sosialisasi aturan yang ada, serta memastikan bahwa etika dan prosedur hukum senantiasa dipatuhi dalam setiap proses penagihan utang.
Insiden Kalibata: Pemicu Sorotan Publik terhadap Praktik Penagihan
Peristiwa pengeroyokan di Kalibata bukan sekadar kasus kriminal biasa, melainkan sebuah tragedi yang membuka kembali diskusi sengit mengenai standar dan etika dalam praktik penagihan utang di Indonesia. Dua korban jiwa yang berprofesi sebagai penagih utang menjadi pengingat pahit tentang potensi konflik dan kekerasan yang kerap menyertai proses ini, baik dari pihak penagih maupun pihak yang ditagih. Insiden ini secara tak terhindarkan menarik perhatian luas, menuntut respons cepat dari regulator seperti OJK.
Meskipun Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa penanganan kasus Kalibata sepenuhnya berada di ranah hukum pidana dan menjadi wewenang aparat penegak hukum, insiden tersebut secara tidak langsung menyoroti celah dalam pengawasan etika dan kepatuhan dalam praktik penagihan. OJK, dalam perannya sebagai regulator sektor jasa keuangan, merasa perlu untuk memastikan bahwa fondasi hukum dan etika yang sudah ada ditegakkan dengan lebih kuat, agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang, terlepas dari kompleksitas akar masalahnya.
Kerangka Regulasi OJK: POJK No. 22/POJK.07/2023 sebagai Landasan
OJK telah memiliki payung hukum yang kuat untuk melindungi konsumen di sektor jasa keuangan, yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22/POJK.07/2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Peraturan ini dirancang untuk memastikan bahwa seluruh aktivitas di sektor jasa keuangan, termasuk penagihan utang, dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian, transparansi, dan perlindungan konsumen.
Di dalam POJK tersebut, terdapat batasan-batasan yang jelas mengenai prosedur dan proses penagihan yang harus dilakukan. Ini mencakup larangan penggunaan kekerasan, ancaman, atau intimidasi dalam bentuk apa pun. Penagih diwajibkan untuk berkomunikasi secara sopan, manusiawi, dan pada waktu yang wajar. Mereka juga harus memiliki identitas yang jelas dan diakui oleh pihak kreditur. Lebih jauh, POJK ini mengatur tentang jam operasional penagihan, serta memastikan bahwa informasi utang disampaikan secara transparan dan akurat kepada konsumen. Intinya, OJK berupaya menciptakan lingkungan penagihan yang adil, beretika, dan tidak melanggar hak-hak dasar konsumen, sekaligus menegaskan bahwa proses penagihan harus dilakukan dengan tata kelola yang baik.
Penekanan Tanggung Jawab Penuh Kreditur: Ujung Tombak Penegakan Etika
Salah satu poin krusial dari penegasan OJK kali ini adalah penekanan pada tanggung jawab penuh yang diemban oleh kreditur. Dalam banyak kasus, pemberi pinjaman, baik bank maupun perusahaan pembiayaan, seringkali mengalihdayakan (outsourcing) proses penagihan utang kepada pihak ketiga atau agen penagihan. Dengan adanya penegasan ini, OJK ingin memastikan bahwa tanggung jawab etis dan hukum tidak berhenti pada saat kontrak dialihkan kepada pihak ketiga.
Kreditur memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa setiap agen penagihan yang mereka tugaskan, baik yang berafiliasi langsung maupun pihak ketiga, mematuhi seluruh ketentuan yang diatur dalam POJK 22/2023 serta kode etik yang berlaku. Ini berarti kreditur harus melakukan due diligence dalam memilih agen, memberikan pelatihan yang memadai, dan secara aktif memantau kinerja penagihan mereka. Kegagalan agen penagihan dalam mematuhi aturan akan berujung pada sanksi administratif dan reputasi yang merugikan bagi kreditur itu sendiri. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan insentif bagi kreditur untuk lebih selektif dan proaktif dalam mengawasi praktik penagihan utang, sehingga praktik-praktik tidak etis dan melanggar hukum dapat diminimalisir.
Implikasi dan Harapan untuk Masa Depan Sektor Jasa Keuangan
Kebijakan penertiban praktik penagihan utang oleh OJK ini membawa implikasi signifikan bagi seluruh ekosistem jasa keuangan. Bagi konsumen, ini adalah angin segar yang menawarkan perlindungan lebih kuat dan jaminan bahwa mereka akan diperlakukan secara adil dan manusiawi. Konsumen kini memiliki landasan hukum yang lebih jelas untuk melaporkan praktik penagihan yang melanggar ketentuan, dan OJK diharapkan dapat memproses aduan tersebut dengan lebih cepat dan efektif.
Bagi industri jasa keuangan, langkah ini menuntut komitmen yang lebih tinggi terhadap kepatuhan dan etika. Meskipun mungkin ada biaya tambahan dalam hal pengawasan dan pelatihan, investasi ini akan berbuah pada peningkatan kepercayaan publik dan stabilitas sektor keuangan dalam jangka panjang. Penagih utang pun dituntut untuk lebih profesional dan berpegang pada kode etik, demi citra positif industri. Pada akhirnya, melalui kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan konsumen, diharapkan tercipta sebuah lingkungan penagihan utang yang tidak hanya efisien namun juga beradab dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Apple Technos Memberikan informasi terkini khususnya teknologi dan produk apple