...

Ekonomi Indonesia Diproyeksikan Menggeliat Kuat pada 2025: Likuiditas Stabil dan Moneter Akomodatif Jadi Penopang Utama

Proyeksi optimis menyelimuti lanskap ekonomi Indonesia menjelang akhir tahun 2025. Berdasarkan riset terbaru dari UOB Kay Hian, perekonomian nasional diperkirakan akan menunjukkan penguatan signifikan pada kuartal keempat tahun depan, ditopang oleh fondasi likuiditas perbankan yang stabil serta keberlanjutan kebijakan moneter yang akomodatif. Kombinasi faktor-faktor makroekonomi ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan yang lebih solid dan berkelanjutan.

Fondasi Kuat di Tengah Dinamika Global

Analisis Suryaputra Wijaksana, seorang analis dari UOB Kay Hian, menggarisbawahi beberapa pilar utama yang akan menopang akselerasi ekonomi. Salah satunya adalah percepatan belanja pemerintah. Inisiatif fiskal ini, yang berpotensi menyuntikkan dana segar ke berbagai sektor, diharapkan dapat memicu aktivitas ekonomi yang lebih dinamis. Selain itu, perbaikan stabilitas politik pasca-pemilu menjadi katalisator penting dalam memulihkan dan meningkatkan kepercayaan di kalangan pelaku bisnis maupun konsumen. Ketika sentimen positif ini terbangun, investasi dan konsumsi cenderung meningkat, menciptakan efek domino yang mendukung pertumbuhan kredit secara moderat hingga akhir tahun 2025.

“Percepatan realisasi belanja fiskal dan perbaikan sentimen domestik akan mendorong pertumbuhan jumlah uang beredar luas (M2) yang lebih stabil, serta memperkuat pondasi ekonomi menjelang akhir tahun,” ujar Suryaputra, menyoroti pentingnya sinergi antara kebijakan fiskal dan sentimen pasar dalam menjaga momentum pertumbuhan.

Peran Vital Likuiditas Perbankan

Stabilitas likuiditas perbankan menjadi salah satu tulang punggung proyeksi positif ini. Data menunjukkan adanya kelebihan likuiditas di sistem perbankan. Fenomena ini tercermin dari mengalirnya sebagian besar likuiditas tersebut ke pasar obligasi pemerintah. Lonjakan permintaan terhadap Surat Utang Negara (SUN) secara signifikan menekan imbal hasil (yield) obligasi pada September 2025, menjadikannya lebih menarik bagi investor dan pemerintah yang mencari sumber pembiayaan dengan biaya lebih rendah.

Kondisi pasar obligasi yang solid ini diperkuat pula oleh intervensi Bank Indonesia (BI) melalui pembelian obligasi, yang secara efektif menopang dan memperdalam pasar surat berharga domestik. “Dengan permintaan terhadap obligasi pemerintah yang jauh melampaui pasokan, yield obligasi cenderung menurun,” terang Suryaputra, mengindikasikan kuatnya minat investor terhadap instrumen utang pemerintah.

Namun, perlu dicatat bahwa penyaluran dana pemerintah yang ditempatkan di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) masih menantikan panduan teknis yang lebih jelas sebelum dapat sepenuhnya mengalir ke sektor riil. Ini menunjukkan adanya potensi besar likuiditas tambahan yang belum termanfaatkan dan siap mendorong pertumbuhan kredit di masa mendatang.

Kebijakan Moneter Akomodatif sebagai Katalis

Di tengah peningkatan likuiditas, tekanan inflasi diperkirakan tetap terkendali. UOB Kay Hian memproyeksikan inflasi akan berada di level 2,7 persen pada tahun 2025, angka yang masih dalam rentang target Bank Indonesia (1,5-3,5 persen). Stabilitas inflasi ini menjadi faktor kunci yang memungkinkan BI untuk mempertahankan kebijakan moneter yang longgar atau akomodatif.

Kebijakan akomodatif ini sangat vital untuk mendorong ekspansi kredit dan menjaga momentum pemulihan ekonomi. Dengan suku bunga yang kondusif dan ketersediaan dana yang memadai, sektor usaha akan lebih termotivasi untuk melakukan investasi dan ekspansi, sementara konsumen juga akan lebih berani untuk berbelanja. “Kombinasi antara stabilitas rupiah, surplus perdagangan, dan inflasi yang rendah memungkinkan BI tetap menjaga stance akomodatif,” jelas Suryaputra, menegaskan strategi BI yang responsif terhadap kondisi makroekonomi domestik.

Pertumbuhan M2 dan Prospek Jangka Panjang

Indikator jumlah uang beredar luas (M2) juga menunjukkan tren positif. Pada September 2025, M2 tumbuh menjadi 8,0 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), meningkat dari 7,6 persen (yoy) pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan ini terutama ditopang oleh kenaikan aset luar negeri bersih (NFA) sebesar 12,6 persen. Kenaikan NFA dipicu oleh pelemahan nilai tukar rupiah yang strategis dan surplus perdagangan yang signifikan, mencerminkan daya saing ekspor Indonesia yang kuat dan aliran masuk devisa yang sehat.

Di sisi lain, pertumbuhan aset domestik bersih (NDA) tercatat 6,8 persen (yoy) per September 2025. Angka ini mengindikasikan bahwa meskipun likuiditas pemerintah di perbankan cukup tinggi, belum semuanya tersalurkan menjadi kredit baru. Ini bukan hanya tantangan tetapi juga peluang, menunjukkan potensi tambahan untuk pertumbuhan kredit begitu mekanisme penyaluran dana menjadi lebih efisien dan terarah.

Dengan inflasi yang tetap terjaga, pasar obligasi yang solid, dan kebijakan moneter yang mendukung pertumbuhan, Suryaputra meyakini bahwa Indonesia berada pada jalur yang kuat untuk mempertahankan momentum ekonominya. Proyeksi ini bahkan meluas hingga tahun 2026, menandakan optimisme berkelanjutan terhadap stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang. Konsistensi dalam menjaga fondasi makroekonomi yang kuat akan menjadi kunci utama untuk mewujudkan potensi pertumbuhan ini secara maksimal.

About applegeekz

Check Also

Terkuak: Minimnya Kontribusi Industri Terhadap Riset Nasional dan Tawaran Kolaborasi Emas dari BRIN

Menguak Realitas Kontribusi Riset Industri Nasional Ekosistem riset dan inovasi adalah jantung dari kemajuan sebuah …